Malu? Atau Malu-Maluin?
“Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan Bapa-Ku yang di sorga. Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan Bapa-Ku yang di sorga.” –Matius 10:32-33 (TB)
Siapa di sini yang sudah pernah merasakan rasanya mau tampil keren, mau diterima, tidak mau terlihat freak, di tengah-tengah social circle yang non-Kristen, acungkan tangan di dalam hati. Tentunya, saya menanyakan hal ini karena… I have been there, saya pun pernah merasa segan mengakui bahwa diri saya adalah seorang Kristen, pengikut Yesus, dan aktif pelayanan di gereja. Boro-boro, doa makan di depan teman-teman saja rasanya sungkan.
After many years of following Him and interacting with various people in my life, trust me, we should never be ashamed of our identity as Christians or “church goers”. In this confusing world, the church has to be the world’s beacon of light.
Ada alasannya mengapa Yesus dalam salah satu doa terakhirNya, tidak meminta kita untuk diambil dari dunia. Yesus berdoa supaya kita dilindungi dari yang jahat. Dengan kata lain, Yesus ingin kita ada di dunia, namun tidak menjadi serupa dengan dunia. Terlalu banyak gereja yang “anti-dunia”. Dikit-dikit dibilang dari iblis. Main game ada unsur setannya, dibilang game iblis. Pokemon pun dibilang dari iblis. Kalau begitu, bagaimana bisa menjadi berkat jika kita sebegitu takutnya? Bukannya berdampak, malah malu-maluin. Ada juga yang malah sebaliknya, yaitu menjadi serupa dengan dunia, karena merasa malu dan tidak mau tertolak. Even worse, permitting everything that feels good, aka progressive. That’s not what He wants!
Mari kita lebih memperhatikan cara kita hidup dengan seksama. Be bold in telling people that we are His followers. Pada saat yang sama, jangan malu-maluin juga. After all, we are His representatives.
“Anyone who does the will of my Father in heaven is my brother and sister and mother!” –Matthew 12:50 (NLT)