Menjadi Petani Rohani
Kita sering mendengar perumpamaan tentang seorang petani yang menaburkan benih. Benih itu tumbuh, berkembang, dan pada akhirnya menghasilkan buah. Dalam konteks menjadi orangtua, kita bisa melihat anak-anak kita sebagai benih-benih yang Tuhan percayakan kepada kita untuk dirawat dan dibesarkan.
Sebagai orangtua, kita adalah petani rohani. Tugas kita adalah menaburkan benih-benih firman Tuhan dalam hati anak-anak kita. Kita harus menyirami benih itu dengan kasih, membuang gulma-gulma yang berupa pengaruh buruk, dan menjaganya agar tumbuh subur.
Amsal 22:6
"Didiklah anakmu menurut jalan yang patut baginya, maka pada waktu tuanya pun ia tidak akan menyimpang daripadanya."
Efesus 6:4
"Hai bapa, janganlah bangkitkan amarah anak-anakmu, tetapi besarkanlah mereka di dalam pengajaran dan nasihat Tuhan."
menjadi petani rohani bukanlah tugas yang mudah. Kita seringkali dihadapkan pada berbagai tantangan. Tanah hati anak-anak kita bisa saja keras dan sulit ditembus oleh benih firman. Cuaca kehidupan pun bisa sangat ekstrim, kadang panas terik, kadang hujan deras. Serangan hama berupa godaan dunia pun bisa merusak tanaman kita.
Dalam menghadapi tantangan ini, kita perlu meneladani Kristus, Sang Petani Agung. Ia dengan sabar membimbing murid-murid-Nya, menanamkan nilai-nilai Kerajaan Allah dalam hati mereka. Ia juga tidak pernah menyerah meskipun menghadapi penolakan dan penganiayaan.
Menjadi orangtua adalah anugerah sekaligus tanggung jawab yang besar. Dengan meneladani Kristus dan menjalankan peran kita sebagai petani rohani, kita dapat membantu anak-anak kita tumbuh menjadi pribadi yang saleh, bijaksana, dan berguna bagi sesama.