Terampil, Bukan Asal Tampil
“Pernahkah engkau melihat orang yang cakap dalam pekerjaannya? Di hadapan raja-raja ia akan berdiri, bukan di hadapan orang-orang yang hina.” -Amsal 22:29 (TB)
Dari kecil saya sekolah di sekolah Kristen, meskipun waktu itu agama kepercayaannya belum Kristen. Otomatis, ikut kegiatan kelompok beragama Kristen juga seperti kelas gereja anak (terlepas dari ada tidaknya sogokan “bonus nilai”). Dan saya baru sadar akhir-akhir ini, bahwa sejak kecil saya (dan teman-teman saya) sudah dibombardir dengan magical self-esteem boost statements, seperti: “Kita itu anak Raja! Tunjuk kiri kanannya kalau kamu itu special! Diangkat jadi anak Tuhan!” Dan lain sebagainya, ekuivalen dari “kita special, because the Bible said so.”
Ini sebetulnya oke, menanamkan bahwa image kita dalam Tuhan sudah dipulihkan. Namun, jika ini tidak diimbangi dengan mengajarkan pentingnya disiplin diri sejak dini, supaya ketika dewasa nanti bisa berkontribusi kepada masyarakat dengan keterampilannya, habislah sudah. Akan jadi orang yang jago tampil, tapi tidak terampil melakukan apapun.
Hanya karena kita menjadi anak Tuhan, bukan berarti otomatis kita mendadak memperoleh tempat special di dunia. We still have to work for it. Gak bisa mendadak jago musik, pinter matematika, terampil berbisnis, dan lain-lain. Tetap harus disiplin bertahun-tahun mempelajarinya. Hanya karena kita anak raja, bukan berarti kita berhak untuk hidup semena-mena. Apakah ada model seperti itu? Tentu ada, namun hidupnya dan dirinya tidak akan mendapat respek dari semua orang. Mengapa? Karena yang orang hormati adalah apa yang terlihat, termasuk keterampilan dan kontribusinya pada dunia, bukan hanya status darah keturunannya saja.
Want respect? We have to earn it. The most straightforward path to it? By working earnestly hard to develop God’s given talents and skills, to serve others, so that they can see God through us. Never forget that we are God’s stewards, it is our duty to grow what He has given us.