I Am Complex
“Thank you for making me so wonderfully complex! Your workmanship is marvelous—how well I know it.” -Psalm 139:14 (NLT)
World Health Organization (WHO) menuliskan makna dari “kesejahteraan”, tidak hanya “kesehatan” saja, sebagai berikut, “Mental health is an integral and essential component of health. The WHO constitution states: "Health is a state of complete physical, mental and social well-being and not merely the absence of disease or infirmity.”
Sumbernya dari WHO, otoritas dari apapun yang berkaitan dengan kesehatan di dunia ini. Bukan organisasi abal-abal ataupun forward chat hoax dalam group chat keluarga. Dinyatakan dengan jelas bahwa Mental Health adalah bagian PENTING dari kesejahteraan kita, dilengkapi dengan dua pilar lainnya yaitu Physical dan Spiritual Healths. Kalau itu penting, lantas, mengapa terkadang mental health masih diremehkan? Sederhana, karena masih belum banyak yang mengerti dampak destruktif dari buruknya mental health.
Apa konsekuensi “final” dari penyakit fisik? Kematian. Dan.. Apa konsekuensi “final” dari isu kesehatan mental? Kematian juga, entah itu dari suicide attempts maupun tendensi perilaku impulsive dari ketidakstabilan emosi (mis: ngebut di jalan karena marah). Parahnya, dampak buruk dari ketidaktabilan pikiran dan emosi, dapat juga menghancurkan hidup orang lain. Sebagai praktisi, saya sering temui orang-orang yang di-therapy karena perlakuan orang lain yang lebih memerlukan therapy. Saya yakin, sebagian dari pembaca dapat relate akan hal itu.
Kesehatan medis, psikologis, dan rohani, itu semua berkesinambungan. Sedih dapat membuat kita sedih, lalu gagal fokus bekerja dan meraih mimpi, bahkan berelasi dengan Tuhan. Kuatir dapat membuat kita curigaan dan sering defensive terhadap pasangan kita, kemudian hubungannya semakin retak. We are complex.
If we believe in God who loves ALL OF US, WHOLLY, then we should take care of us and each other, holistically. Have the humility to learn about mental health. Cheers.