Terlalu Terbiasa

Kita baru saja melewati Jumat Agung dan Paskah. Hari dimana kita mengingat Dia bukan Tuhan yang hanya mati untuk kita, tapi juga bangkit, membuktikan bahwa kasih-Nya lebih kuat dari kematian.

Mungkin ini bukan Jumat Agung dan paskah pertama yang kita lewati. Bahkan mungkin kita sudah ikut perjamuan kudus puluhan kali. Lalu muncul pertanyaan penting:

Apakah hati kita masih tersentuh? Atau kita sudah terlalu terbiasa?

Sering kali kita hidup seolah semua yang kita terima itu memang sewajarnya:
– Sudah sewajarnya saya bangun pagi dalam keadaan sehat.
– Sudah sewajarnya saya makan 3 kali sehari.
– Sudah sewajarnya saya bisa kerja, sekolah, atau pelayanan.

Tanpa sadar, kita mulai memperlakukan kasih karunia sebagai sesuatu yang biasa. Kita lupa bahwa tidak ada satu pun dari semua itu yang benar-benar "wajar" atau "pantas" kita dapatkan. Semuanya adalah anugerah, pemberian yang tidak kita layak terima, tapi tetap diberikan oleh Tuhan.

Sama halnya dengan keselamatan. Yesus mati dan bangkit bukan karena kita pantas diselamatkan, tapi karena Dia mengasihi kita. Tapi ketika kita terlalu terbiasa dengan cerita salib dan kubur yang kosong, kita mulai kehilangan keheranan, rasa syukur, rasa hormat akan harga yang dibayar begitu mahal.

Sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.
— Roma 6:23 TB

Yesus tidak bangkit supaya kita punya hari libur. Dia bangkit supaya kita punya hidup (hidup yang baru, yang bersyukur, yang tidak kehilangan rasa heran akan kasih-Nya yang besar).

Mari kita berhenti sejenak. Renungkan lagi arti salib dan kubur yang kosong. Biarlah setiap kali kita mengingat pengorbanan-Nya, hati kita kembali penuh syukur dan kagum, seolah kita mendengarnya untuk pertama kali.

Previous
Previous

Dekat Tapi Tetap Kagum

Next
Next

Kebangkitan Kristus Yang Bikin Semangat Bangkit Lagi