Iman Bukan Rumus, Tapi Penyerahan
Banyak orang memperlakukan Tuhan seperti kalkulator: asal tekan tombol yang benar, hasilnya pasti sesuai harapan. Mereka berpikir, “Kalau aku rajin doa, baca Alkitab, pelayanan, maka Tuhan pasti jawab sesuai keinginanku.” Tapi iman bukan matematika. Tuhan bukan mesin otomatis yang bekerja berdasarkan rumus manusia.
Kita bisa melakukan semua hal yang benar, tapi dengan motivasi yang salah. Kita bisa tampak rohani, tapi tetap tidak berserah. Roh Kudus tidak bekerja berdasarkan seberapa “rapih” hidup kita, tapi seberapa terbuka kita untuk dibentuk, dikoreksi, dan dipimpin.
Seringkali kita kecewa saat Tuhan tidak menjawab sesuai logika kita. Kita lupa, iman bukan soal memaksa kehendak Tuhan terjadi, tapi menyerahkan diri agar kehendak-Nya dinyatakan dalam hidup kita. Penyerahan bukan kelemahan tapi justru kekuatan sejati seorang percaya.
Penundukan diri kepada Roh Kudus bukan tentang menyerah karena kehabisan akal, tapi karena kita sadar bahwa Dia jauh lebih tahu dari kita. Di saat logika berkata “berhenti,” iman seringkali berkata “tetap melangkah.” Dan di saat formula gagal, penyerahan justru membawa kita masuk ke dalam pengalaman rohani yang nyata.
Roh Kudus tidak mencari yang pintar, hebat, atau penuh rencana. Dia mencari hati yang berkata: “Tuhan, aku nggak tahu harus bagaimana, tapi aku percaya Engkau tahu.” Hati seperti inilah yang bisa dipakai Tuhan dengan cara yang luar biasa, tidak selalu spektakuler, tapi selalu bermakna.
“Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri.”
Pertanyaannya: Apakah kamu sedang beriman atau hanya sedang menjalankan rumus? Apakah kamu sungguh berserah atau hanya sedang mencoba mengendalikan Tuhan dengan doa dan rutinitas rohani?
Iman sejati adalah saat kita tetap taat walau tidak mengerti. Saat kita tetap percaya walau tidak melihat. Di situlah Roh Kudus bekerja, bukan lewat formula, tapi lewat hati yang berserah dan bersedia dipimpin, setiap hari.