Gotong Royong Antar Generasi
“Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian. Hormatilah ayahmu dan ibumu — ini adalah suatu perintah yang penting, seperti yang nyata dari janji ini: supaya kamu berbahagia dan panjang umurmu di bumi. Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.” -Efesus 6:1-4 (TB)
Luka batin seringkali muncul bukan karena kurangnya komunikasi, melainkan juga karena cara komunikasi yang salah, terutama di antara generasi yang berbeda. Sudah tidak terhitung jumlah mereka yang terluka hatinya karena orang tuanya, opa omanya, maupun anak-anaknya sendiri. Realita menyedihkannya adalah, in most cases, tidak ada yang sebetulnya bermaksud dengan sengaja menyakiti satu sama lain. Lukanya terjadi karena misunderstand dan miscommunication.
Supaya bisa mengerti, kita perlu memahami tantangan setiap generasi:
-Baby Boomers & Gen-X: Lahir dan berjuang dalam masa perang, masa di mana survivability lebih ditekankan. Masih ada banyak oppression, racial prejudice yang parah. Singkatnya, wajar untuk generasi ini berpikir bahwa apapun yang sifatnya tidak mengancam nyawa/kesejahteraan, itu “masalah kecil” dan “gak usah dipikirin”.
-Millenials & Gen-Z: Generasi yang mengalami perubahan zaman yang terlalu pesat, saking pesatnya, perkembangan mindset dalam menghadapi masalah tidak bisa keep-up. Masa di mana survivability bukan menjadi issue utama lagi, melainkan akumulasi dari terlalu banyak “modern problems”.
When we don’t understand other people’s perspective, adopt the curious mindset of “Ohh, what is this?”, instead of the judgmental mindset of “Hah? What in the world is this?!”.
Kesejahteraan mental health bukan hanya tanggung jawab para pakar saja, melainkan kerjasama semua anggota masyarakat, termasuk kita sendiri. Ketika sekitar kita tidak memperjuangkannya, at least, start with you. Be the agent of peace, as God intended us to be.