Beda Generasi, Bukan Beda Hati
Di kehidupan sehari-hari, hubungan antara orang tua dan anak tuh sering kali penuh tantangan. Orang tua merasa perlu ngasih nasihat dan ngarahin, sementara anak seringnya ngerasa pengen didenger dulu sebelum dikasih wejangan. Tapi sebenarnya, hubungan ini bisa jadi lebih dari sekadar “perintah” dan “nurut” aja. Hubungan orang tua dan anak bisa jadi tempat saling respek dan kasih sayang yang bener-bener dari hati.
Sebagai orang tua, penting banget buat mulai buka ruang buat ngobrol sama anak-anak. Kita sadar kan, zaman udah beda banget. Cara komunikasi juga ikutan berubah. Orang tua yang mau coba adaptasi, sesekali perlu juga berani buat ngaku kalau bisa aja salah, untuk menunjukan nunjukin sisi rendah hati yang nyata. Dengan ngasih contoh begini, orang tua ngajarin anak buat berani mengakui kesalahan dan nggak takut belajar. Ada ayat di Amsal 22:6 yang bilang, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari jalan itu.” Apa yang kita contohin, itu yang bakal diinget dan dibawa anak-anak kita sampai besar.
Sebaliknya, sebagai anak, kita juga perlu ngerti sudut pandang orang tua. Gimana pun, mereka tumbuh di zaman yang beda, dengan nilai-nilai yang berbeda. Walaupun kadang rasanya orang tua nggak selalu paham dunia kita, Firman Tuhan di Efesus 6:1-3 bilang, “Hai anak-anak, taatilah orang tuamu di dalam Tuhan, karena haruslah demikian.” Artinya, menghormati orang tua itu penting banget, bahkan kalau kita punya cara pandang yang beda.
Yakobus 1:19 bilang, “Setiap orang hendaklah cepat untuk mendengar, tetapi lambat untuk berkata-kata, dan juga lambat untuk marah.” Ayat ini pas banget buat kita semua dalam menghadapi tantangan beda generasi di keluarga. Dengerin lebih banyak, ngomong secukupnya, dan tahan diri biar nggak gampang emosi.
Perbedaan generasi nggak akan jadi penghalang. Hubungan yang penuh respek dan kasih, itulah yang bikin keluarga makin erat, deket, dan penuh berkat.