Home; a Safe Place to Learn
Kasih karunia tampak nyata di atas kesalahan.
Artinya, kasih paling dinyatakan ketika diterima di atas ketidaklayakan. Orang yang bersalah layaknya dapat amukan, hinaan, penolakan. Tapi ketika yang bersalah, malah menerima pelukan, pengampunan, dan penerimaan, di situlah kasih sejati terbukti. Dan rumah harusnya menjadi tempat teraman bagi seseorang, menghadapi berbagai kebodohan dan kesalahannya.
Lantas apakah artinya kita bisa berbuat seenaknya, memperlakukan “orang rumah” tanpa takut salah dan menyakiti mereka? Tentu tidak. Seperti kata Alkitab ketika Kristus menyatakan kasih karunia-Nya di atas begitu banyak dosa kita.
“Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Bolehkah kita bertekun dalam dosa, supaya semakin bertambah kasih karunia itu? Sekali-kali tidak! Bukankah kita telah mati bagi dosa, bagaimanakah kita masih dapat hidup di dalamnya?” (Roma 6:1-2)
“A happy marriage is the union of two forgivers”
Betapa indahnya jika suami istri mempraktikkan kasih Kristus dalam menerima kekurangan hingga kesalahan pasangannya.
Begitupun sebagai orangtua. Ketika kita memberanikan diri memiliki anak, kitapun harus bersiap menerima segala kesalahan yang akan dilakukan mereka. Kenapa? Karena mereka adalah anak manusia yang tak mungkin luput dari kesalahan, sama seperti kita. Bagaimana respon kita ketika mereka berbuat salah? Itulah yang akan paling membekas di hatinya. Adakah cacian atau pelukan?
Bukan dilarang marah, tapi hendaknya amarah orangtua bukan dikuasai emosi, melainkan dalam hikmat untuk mendidik. Bicara sekarang gampang, tapi saat kesalahan ada di depan mata pasti sungguh amat sulit. Sadarilah kemustahilan ini; menjalani dunia parenting tanpa Tuhan. Sehingga orangtua harus melekat erat dengan Tuhan untuk dapat membawa anaknya serta.
Ketika emosi terlanjur ada, atau pendisiplinan harus dilakukan, jelaskan kepada mereka maksud hati kita, agar mereka mengerti bahwa setiap didikan lahir dari hati yang mengasihi. Jangan gengsi untuk meminta maaf. Orangtua yang anti meminta maaf, akan melahirkan anak-anak yang juga pantang mengakui kesalahan.
Di sisi lain sebagai anak, cobalah mengerti ketidaksempurnaan orangtuamu. Orangtua yang mungkin banyak salahnya, tapi belum pernah sekalipun ada kata maaf darinya.
Bukankah itu juga yang Tuhan alami? Namun jauh sebelum kita minta ampun dan bertobat, Yesus telah mengampuni.
“Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.” (Roma 5:8)
Yesus telah melakukannya pada kita, maukah kau berbuat sama untuk orangtuamu?
Orangtua yang dari mereka kamu belajar, melalui keberhasilan dan kegagalannya, belajar diampuni dan mengampuni, belajar dalam ketidaksempurnaan keluarga untuk makin serupa dengan Kristus.