Biased / Blessed Generation?
“Know therefore that the LORD your God is God; he is the faithful God, keeping his covenant of love to a thousand generations of those who love him and keep his commandments.”
Percayalah, tidak hanya kita saja kok yang suka mencemooh atau geleng-geleng ketika melihat kekonyolan generasi lain. Sejak dulu, hal tersebut sudah dilakukan kok, generasi opa-oma kita geleng-geleng ngeliat generasi papa-mama kita. And guess what, most likely, generasi opa-oma kita juga banyak disinisin oleh pendahulunya. Tapi ingat, “lumrah” bukan berarti “benar”. It’s not supposed to happen at all, seharusnya setiap generasi bisa bekerja sama dengan baik. Mengapa? Karena akan SELALU ada hikmat yang bisa kita ambil dari generasi yang berbeda.
Mari kita bayangkan sejenak. Generasi yang bertumbuh dengan tantangan zaman yang berbeda, pola didik parenting yang berbeda, pandangan tentang cara mengelola uang, perspektif tentang makna hidup yang berbeda… Bayangkan kita semua bisa akur, deep talk, bersatu, saling memperkaya perspektif satu sama lain. Pasti generasi berikutnya akan menjadi lebih baik, karena diperkaya oleh hikmat dari generasi sebelumnya. Sedikit fun fact, ada fenomena bernama Flynn Effect, yaitu fenomena pertumbuhan skor inteligensi secara konstan pada generasi baru. Bukankah kita juga mau supaya generasi semakin baik tidak hanya secara akademik saja, tapi juga dalam segala hal? Remember, God wants us to be a blessing in as many areas as possible.
Sudah ada banyak banget kegagalan dari generasi pendahulu kita, termasuk tokoh Alkitab sekalipun (e.g., Saul terhadap Yonatan, Imam Eli kepada Hofni dan Pinehas). Tapi, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan mereka, karena awareness level dan referensi mereka tidak lah sebaik generasi kita. Mari kita menjadi generasi pemutus rantai kutukan generasi. Tidak lagi bermental korban dan ingin membalas dendam pada pendahulu kita. Let go, so that we can keep growing and be a blessing.