Nyaman dengan “Pas”
“Janganlah kamu menjadi hamba uang dan cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Karena Allah telah berfirman: ”Aku sekali-kali tidak akan membiarkan engkau dan Aku sekali-kali tidak akan meninggalkan engkau.” –Ibrani 13:5 (TB)
Pernahkah kita merenungkan mengapa Yesus mengajarkan kita berdoa, “.. Berikanlah kami pada hari ini makanan kami yang secukupnya?” Mengapa tidak, “.. Berikanlah kami berkelimpahan, sampai kelebihan dan bisa disetor untuk besok?” Saya percaya, selain supaya kita belajar untuk percaya akan pemeliharaan Tuhan yang akan selalu pas, Yesus juga ingin kita belajar untuk berkata “cukup”.
Kita telah belajar bahwa perkara mengatur uang adalah perkara mengendalikan emosi, terutama menahan rasa serakah. What is the opposite of greed? Contentment. Kalau tahu budget sedang pas-pasan, tidak perlu lah makan mewah seharga Rp200.000 karena gengsi. Makan di warteg asalkan memilih menu bergizi, atau masak sendiri juga sudah cukup kok. Kalau tahu ke depannya gaji tidak cukup untuk beli motor gede, ya sudah tidak usah. Beli saja motor yang lain, atau membiasakan diri dengan kendaraan umum dulu sambil menabung. Kebetulan ada uang lebih? Gak harus spending kok. Bisa untuk ditabung, invest, atau charity.
Sometimes, less is more. “Tapi, aku baru bisa happy kalau beli lebih!” Pernah lihat bapak-bapak pakai kaos oblong, celana pendek, sandal jepit ke layanan bank prioritas? Saya sering lihat. Justru orang yang betul-betul “kaya”, akan merasa cukup, tanpa harus spending lebih banyak. Paradox yang mengherankan kan?
“But godliness with contentment is great gain. For we brought nothing into the world, and we can take nothing out of it.” -1 Timothy 6:6-7 (NIV)
Mari kita berkaca. Kalau tidak spending lebih, memang mengapa? How will it make you feel? Why? Kalau tidak bisa, jangan maksa. Problem solving, tapi jangan gali lubang tutup lubang. We should set examples in how we steward God’s money. After all, it’s never ours to begin with. It’s His.