Saat Keluarga Bukan Lagi Tempat Aman
Ada kalanya luka terdalam justru tidak datang dari dunia luar, melainkan dari rumah sendiri. Kata-kata yang seharusnya membangun berubah menjadi senjata. Kasih yang seharusnya melindungi malah terasa menekan. Hubungan orang tua dan anak yang diciptakan Tuhan untuk mencerminkan kasih-Nya, kadang terdistorsi oleh amarah, ekspektasi, dan luka masa lalu yang belum disembuhkan.
Namun Tuhan tidak menutup mata terhadap air mata yang jatuh di balik dinding rumah. Ia tidak menoleransi kekerasan, manipulasi, atau kontrol yang dibungkus dengan alasan “demi kebaikanmu.” Ia justru datang mendekat kepada hati yang remuk dan menawarkan pemulihan yang sejati. Sebab hanya kasih Kristus yang bisa menembus luka yang dibentuk oleh manusia.
Pemulihan dalam keluarga bukan berarti menghapus masa lalu, tapi membiarkan kasih Tuhan bekerja di tengahnya. Bagi anak yang merasa tidak dimengerti, Tuhan memahami lebih dari siapa pun. Bagi orang tua yang lelah dan penuh penyesalan, Tuhan tetap sanggup memulihkan dan memberi awal yang baru. Di hadapan salib, tidak ada yang terlalu hancur untuk dipulihkan.
Kadang, Tuhan tidak langsung memperbaiki relasi kita, tapi terlebih dulu memperbaiki hati kita.
Mintalah kekuatan untuk mengampuni tanpa harus membenarkan yang salah, dan keberanian untuk mengasihi tanpa kehilangan batas sehat. Biarlah kasih Kristus menjadi pusat, bukan rasa bersalah, bukan gengsi, dan bukan luka.
Karena sekalipun keluarga di bumi gagal menjadi tempat aman, di hadapan Tuhan kita selalu punya rumah yang sejati, tempat di mana kasih tidak pernah melukai dan penerimaan tidak pernah bersyarat.
Ingatkah akan Firman Tuhan
“Tuhan itu dekat kepada orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk jiwanya.”