Favor
“Maka Allah mengaruniakan kepada Daniel kasih dan sayang (Favor) dari pemimpin pegawai istana itu.”
Seringkali kita mendengar kata “favor”, entah itu dalam lirik lagu rohani, dialog dalam sebuah film, ataupun merasakan diminta favor itu sendiri oleh orang lain. Makna dari favor itu lebih dalam dari kedengarannya. Pihak yang memberikan “favor” biasanya memberikannya atas dasar kerelaan, bukan keterpaksaan. Misalnya, staff yang minta izin untuk bisa hadir terlambat ke kantor karena harus mengantar anak sakit ke dokter. Ketika supervisor tersebut memberikannya izin, atau bahkan, malah menanyakan kabar staffnya dan menawarkan bantuan… Fenomena ini dapat terjadi, karena supervisornya memiliki “favor” untuk staffnya.
Sebagai orang Kristen, kita terkadang terlalu mempraktekkan “iman buta” kepada Tuhan. Melakukan berbagai tindakan yang tidak oke atas nama Tuhan (padahal yang dilakukannya itu tidak Alkitabiah sama sekali). Iming-iming memaksakan diri untuk mendapat favor Tuhan, malah berujung tidak memperoleh favor di hadapan Tuhan dan manusia. Boro-boro menjadi berkat, akhirnya malah jadi batu sandungan.
Apakah orang Kristen hidupnya seperti ini? Tentu tidak. Bukannya kita harus memprioritaskan perkenanan manusia, namun kita harus ingat bahwa bagaimana kita hidup itu disaksikan oleh orang-orang di sekitar kita. Those who truly love God, will understand that their actions bear consequences to God’s name, both the goods and the bads. We should never forget that, just as the cross is made up of vertical and horizontal lines, we too should maintain good standing both with God and with the people around us.
“Karena barangsiapa melayani Kristus dengan cara ini, ia berkenan pada Allah dan dihormati oleh manusia.”
Buah keselamatan itu jelas, dan dapat dirasakan oleh sekitar kita. Jika belum, jangan-jangan selama ini kita masih self-centered? Belum spirit-led realist? Ingatlah, selama kita masih hidup di bumi, kita dipanggil untuk menjadi berkat.
