Agamis VS Hidup Beragama

Maka Aku berkata kepadamu: Jika HIDUP keagamaanmu tidak lebih benar dari pada HIDUP keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
— Matius 5:20 TB

Saya sengaja mengetik kata “HIDUP” dengan capslock pada ayat di atas, karena esensinya ya ada di situ. Semua orang bisa punya agama, tapi tidak semuanya menghidupi ajaran agamanya. Percayalah, problem ini tidak hanya ada pada agama Kristen saja kok. Sudah saya jumpai fenomena “agama KTP” pada hampir semua kepercayaan.

Tahukah kita, bahwa Indonesia menduduki posisi ke-7 global dan pertama di ASEAN sebagai negara paling religius pada tahun 2024, dengan skor 98,7? Skor tersebut menggambarkan istilah “religious”, yang merefleksikan pengabdian yang setia terhadap kepercayaan agama, maupun realitas tertentu. Namun, sebagian kita mungkin tahu, tingkat pemain judi online negara ini ada di peringkat berapa? Heheheh, silahkan cari sendiri.

Ironis bukan? Itu baru satu contoh perilaku saja, mau contoh lain? Ketika ada truk terguling, bukannya dibantu tapi malah dijarah barang-barangnya? Atau leader gereja yang ketahuan korupsi uang gereja? Ketahuan main perempuan? Atau yang khotbahnya bagus, tapi ternyata anggota keluarganya sendiri banyak yang hancur dan pergi ke psikolog/psikiater? Realitanya, dunia sangat memperhatikan realita seperti ini, sehingga agama yang seharusnya menjadi penunjuk jalan kepada Tuhan, malah semakin menjauhkan orang-orang dari Tuhan.

Dalam terjemahan lain ayat di atas, dikatakan:

For I say to you that unless your righteousness (uprightness, moral ESSENCE) is more than that of the scribes and Pharisees, you will never enter the kingdom of heaven
— Matthew 5:20 (AMP)

Yes, the “essence”. The most crucial aspect of a religion is in how its followers live the essence of the theology. Never be satisfied if we are “religious”, but always strive to produce our good fruits of salvation. We are “Christ”ians.

Previous
Previous

Confirmation Before Assumption

Next
Next

Don’t Judge a Book By its Cover