Start From Home
“Home is supposed to be a comfortable space, where I can be myself.”
Statement ini ada benarnya tapi tidak sepenuhnya benar. Jika seenaknya menjadi “diri sendiri” tanpa memedulikan keluarga kita, juga tanpa memikirkan konsekuensi tindakan kita terhadap mereka, maka itu kita sebenarnya lagi bersikap egois dan melenceng dari Firman Tuhan.
“Tetapi jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak beriman.”
Misalkan, dengan orang lain ataupun ketika bersikap di luar rumah, kita dapat mengontrol emosi kita, tetapi ketika di rumah, kita merasa, “Ah, tidak perlu kontrol emosi karena toh sama orang rumah aja, sama keluarga aja.”
Mindsetnya seharusnya diubah. Justru karena itu keluarga, maka kita harus bisa lebih baik lagi. Keluarga kita adalah orang-orang yang telah Tuhan kasih dalam kehidupan kita yang seharusnya menjadi orang yang kita utamakan terlebih dahulu.
We spend more energy and time for people closest to us, to people we love, to people who love us. At least to the people of why our existence exist.
Banyak orang sibuk menjadi ‘pahlawan’, menjadi terang di luar rumah. Sibuk pelayanan, counseling, membantu orang-orang yang bahkan kita mungkin tidak terlalu dekat atau kenal. Kepada mereka aja, kita pour out so much. Jadi kenapa tidak kita melakukan hal yang sama untuk keluarga kita?
Semoga dalam perenungan ini, kita tersadar bahwa penting untuk terlebih dahulu mulai menjadi terang dan saksi Kristus di dalam rumah kita.
“If you want to change the world, go home and love your family.”