Dipimpin Roh atau Didorong Keinginan

"Hati adalah licik lebih dari segala sesuatu, hatinya sudah membatu. Siapakah yang dapat mengetahuinya?"
Yeremia 17:9

Dalam hidup ini, kita sering dihadapkan pada banyak pilihan:
Soal pasangan, pekerjaan, pelayanan, dan berbagai keputusan penting lainnya. Kita sering berkata, “Aku sudah doa kok.” Tapi jika jujur, apakah kita benar-benar meminta pimpinan Tuhan? Atau sebenarnya kita hanya ingin Tuhan menyetujui rencana yang sudah kita buat?

Kadang kita merasa yakin karena ada rasa damai. Padahal, damai itu bisa muncul hanya karena keinginan kita sudah bulat. Bukan karena Tuhan benar-benar berbicara. Kita membuka Alkitab dan menemukan satu ayat yang cocok dengan keinginan kita, lalu menyimpulkan,

“Ini konfirmasi dari Tuhan.” Namun, bisa jadi itu hanya pembenaran dari hati yang tidak mau dikoreksi. Yesus sendiri dipimpin oleh Roh Kudus ke padang gurun. Tempat yang tidak nyaman, penuh ujian, dan sepi. Kalau Yesus yang sepenuhnya taat saja dipimpin ke tempat pembentukan, mengapa kita sering berpikir bahwa pimpinan Roh Kudus selalu berarti jalan yang nyaman dan sesuai dengan harapan kita?

Coba deh direnungin.

Apakah aku benar-benar memberi ruang bagi Roh Kudus untuk berbicara, atau aku hanya butuh persetujuan atas rencana pribadiku Apakah aku masih mau taat saat pimpinan Tuhan tidak sesuai dengan keinginanku? Sudahkah aku memeriksa motivasi di balik keputusan-keputusanku akhir-akhir ini?

Jangan bawa nama Roh Kudus kalau ternyata itu hanya ambisi pribadi. Kalau kamu sudah menentukan pilihan lalu baru meminta Tuhan untuk menyetujui, itu bukan dipimpin, itu memaksa. Damai bukan selalu tanda. Kadang damai itu hadir karena kita tidak mau diganggu oleh suara Tuhan yang berbeda. Lebih baik berjalan lambat karena menunggu tuntunan Tuhan, daripada cepat tapi tersesat. Pimpinan Tuhan tidak selalu menyenangkan di awal, tapi selalu menghasilkan kebaikan di akhir.

Belajarlah untuk berkata, “Tuhan, kalau ini bukan dari Engkau, jangan izinkan aku jalan.”

Previous
Previous

Jangan Nunggu Nyaman Baru Taat

Next
Next

Adakah ‘Iman’ di ‘Amin’-mu?