Dibentuk Lewat Lembah Kekelaman
Tidak ada yang suka berada di lembah kehidupan. Masa gelap di mana semuanya terasa hampa, kehilangan arah, dan harapan seakan menguap. Kita bertanya, “Tuhan, di mana Engkau?” Tapi justru di lembah itulah Tuhan paling nyata bekerja.
Kita mudah berkata “Tuhan itu baik” saat hidup berjalan lancar. Tapi saat yang kita cintai diambil, ketika impian gagal, saat tubuh lelah dan jiwa runtuh, di situ iman kita diuji. Apakah kita mencintai Tuhan karena siapa Dia, atau karena apa yang Dia beri?
Mazmur 23:4 berkata, “Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.”
Perhatikan kata “lembah kekelaman”, bukan gunung kemenangan. Justru di tempat paling sunyi dan menakutkan itulah Daud menemukan penghiburan. Bukan karena lembahnya lenyap, tapi karena Allah hadir di sana.
Terkadang, Tuhan tidak mengangkat kita keluar dari penderitaan. Dia membiarkan kita berjalan melewatinya karena ada versi diri kita yang lebih kuat, lebih lembut, lebih serupa Kristus yang hanya bisa lahir di tengah lembah. Tanpa lembah, kita tidak pernah tahu seberapa dalam kita butuh Tuhan. Tanpa kehilangan, kita tidak pernah tahu betapa cukupnya Dia. Tanpa tangis, kita tidak pernah tahu betapa manisnya penghiburan-Nya.
Kita sibuk berdoa agar Tuhan mengubah situasi. Tapi bagaimana jika Tuhan justru ingin memakai situasi itu untuk mengubah kita?
Jika saat ini Tuhan mengizinkan engkau ada dalam lembah, mungkinkah Dia sedang membentuk sesuatu yang kekal dalam dirimu? Jangan buru-buru keluar. Diam. Dengarkan. Dia sedang bekerja, meski tidak selalu dengan cara yang kita mengerti. Tapi percayalah, lembah ini bukan akhir. Ini adalah ruang suci, tempat Tuhan membentuk dan memperhalus hati kita. Di balik setiap luka ada karya. Di balik setiap air mata ada maksud.
Tuhan Yesus memberkati.