Balik Arah Sebelum Kebablasan!
Ada momen di hidup kita di mana semua keliatannya seru, nongkrong sampe pagi, buang-buang duit buat hal nggak penting, ikut arus biar dibilang KEREN atau KALCER. Awalnya sih enak, berasa bebas. Tapi lama-lama, capek. Kayak ada lubang di hati yang nggak pernah ketutup sama apa pun.
Itu yang terjadi sama anak bungsu di Lukas 15. Dia pikir hidupnya bakal lebih bahagia kalau lepas dari rumah dan aturan bapaknya. Dengan tangan penuh dan jiwa tamak, diangkut semua harta warisan yang menjadi bagiannya, dihambur-hamburin semua yang dia punya, sampai akhirnya jatuh miskin dan lapar.
Dan di titik terendah itu, baru 'sadar diri'. Alkitab bilang, “Lalu ia menyadari keadaannya” (Lukas 15:17). Dia mulai mikir, Ngapain gue kayak gini? Di rumah Bapak gue, semua baik-baik aja, dan sekarang malah gue sengsara.
Kadang Tuhan izinin kita sampai di titik “mentok” bukan karena Dia benci, tapi biar kita sadar: kebebasan tanpa Dia itu cuma jebakan. Anak bungsu itu nggak cuma nyesel, dia ambil langkah balik—dia pulang. Dan yang luar biasa, sebelum dia sampai rumah, bapaknya udah lari nyamperin dan meluk dia.
Artinya, waktu kita mutusin buat bertobat dan balik arah, Tuhan nggak diem nunggu kita sempurna dulu. Dia justru nyamperin dan nerima kita apa adanya.
Kalau hari ini kamu ngerasa udah terlalu jauh dari Tuhan, ingat: nggak ada kata “kebangetan” buat balik. Nggak peduli seberapa berantakan masa lalumu, Tuhan selalu siap nyambut dengan pelukan.