Mandi Lumpur

Bayangin diri kamu versi masih kecil, siang bolong main sama teman-teman, baju kotor, main-main di lumpur belakang rumah tetangga, ketawa ketiwi, terus pas pulang mama marah karna kamu kotor banget, kamu cuman bisa nangis dan baru tau kalau main di lumpur itu salah dan bikin mama marah. Setelah itu kamu dimandiin, dibersihin, dibedakin, sampe bersih dan wangi.

Besoknya kamu liat lumpur itu lagi dan main lagi disana. Ada teman-teman kamu juga disana dan rasanya seru banget, meski kamu teringat pasti mama gak suka dan akan marah. Dan bener, kamu pulang dan mama marah, akhirnya kamu dimandiin lagi sampe bersih. Bahkan, untuk mencegah kamu melakukan hal yang sama lagi, mama kasih peringatan, perlindungan, dan pengawasan yang ketat. Tapi, kalau ada kesempatan untuk lolos, semua tergantung diri kamu versi mini itu, mau main lumpur lagi dan buat mama marah dan repot, atau berhenti main lumpur meski itu seru banget dan teman-teman juga ada disana.

Rasanya mirip ya, kaya kita versi sekarang. Sudah tau apa yang benar dan yang salah, sudah tau konsekuensinya apa, tapi tetap tergoda untuk milih yang salah.

Yakobus 1:14–15
“Tetapi tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya. Dan apabila keinginan itu telah dibuahi, ia melahirkan dosa; dan apabila dosa itu sudah matang, ia melahirkan maut.”

Godaan itu datang dari diri kita sendiri. Semakin banyak pengalaman yang kita lalui, semakin banyak juga reverensi yang kita simpan. Kalau sejak kecil kita pernah coba “main lumpur” dan rasanya seru, memori itu bisa muncul lagi kapan saja, bikin kita pengen mengulanginya walaupun tahu itu salah.

Tapi ingat, seperti mama yang tetap mau bersihin anaknya walau berkali-kali kotor, Tuhan juga selalu siap mengampuni kita ketika kita jatuh. Bedanya, kasih Tuhan jauh lebih besar dan sempurna. Namun, jangan pernah permainkan kasih Tuhan. Kalau kita sengaja terus-menerus “main lumpur” hanya karena tahu Tuhan pasti mengampuni, itu artinya kita tidak benar-benar menghargai kasih dan pengorbanan-Nya.

Setiap kali ada lumpur dalam hidup kita, pilihan tetap ada di tangan kita: ikut arus teman-teman dan keseruan sesaat, atau taat dan menjaga diri tetap bersih. Mari belajar bilang tidak pada godaan, bukan karena kita kuat, tapi karena kita percaya kasih Tuhan lebih manis daripada lumpur dunia.

Previous
Previous

Free, But Not Empty

Next
Next

The End of Bondage