Victim Mentality vs Victor Mentality

Tanpa sadar, banyak orang hidup dengan victim mentality. Setiap masalah, luka, atau kegagalan selalu diarahkan keluar: “Aku begini karena orang tuaku… Aku meledak karena dia bikin aku marah… Memang sudah tabiatku…” Kedengarannya wajar, tapi pola pikir ini justru salah satu penghalang terbesar pertumbuhan rohani.

Firman Tuhan berkata, “Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.” (Roma 8:37). Perhatikan: kita dipanggil menjadi lebih dari pemenang, bukan korban keadaan. Masa lalu bisa menjelaskan reaksi kita, tapi masa lalu tidak bisa dijadikan excuse untuk tetap sama.

Selama kita sibuk menyalahkan orang lain, kita tidak akan pernah berhadapan dengan diri sendiri. Padahal justru di situlah pertumbuhan sejati terjadi—saat kita berani bertanya, “Apa yang salah dengan aku? Kenapa aku reaktif? Bagian mana dari hatiku yang butuh disembuhkan Tuhan?” Pertanyaan ini memang menohok, tapi inilah titik awal kebebasan.

Sadari ini: staying reactive is a choice. Kita bisa memilih untuk terus menyalakan api luka lama, atau membuka diri bagi karya Roh Kudus yang memulihkan. Victim mentality akan selalu mencari alasan. Tapi victor mentality berdiri, menatap realita, lalu berkata, “Cukup. Aku tidak akan didefinisikan oleh masa lalu, tapi oleh kasih Kristus.”

Hidup dengan mental korban terasa lebih nyaman karena selalu ada kambing hitam. Tapi hidup dengan mental victor berarti kita bertanggung jawab atas hati kita, dan menyerahkannya untuk diproses Tuhan. Memang lebih berat, tapi jauh lebih bermakna.

Hari ini, berhentilah hidup dengan victim mentality. Tuhan sudah menaruh kuasa kebangkitan-Nya di dalammu. Pertanyaannya: mentalitas mana yang akan kamu pilih?

Previous
Previous

Saat Jiwa Terasa Berat

Next
Next

Safe in His Arms