Positive Vibes Only = Toxic Posivity
Jaman sekarang, kita sering banget dicekoki kalimat motivasi seperti: “Positive vibes only.” Kedengarannya manis, penuh semangat, bahkan terlihat sehat kan? Tapi siapa sih yang nggak mau hidup tanpa masalah, tanpa kesedihan, hanya penuh tawa dan cahaya? Tapi justru di situlah jebakan halus yang bikin banyak orang jatuh dalam jurang kosong: toxic positivity.
Toxic positivity adalah sikap menolak realita luka dengan menutupinya pakai senyuman palsu. Kita pura-pura kuat, padahal hati remuk. Kita pura-pura bahagia, padahal pikiran penuh badai. Kita pura-pura “baik-baik aja,” padahal jiwa berteriak minta tolong. Seperti menaruh plester di atas luka bernanah, kelihatan tertutup, tapi di dalamnya terus membusuk.
Firman Tuhan tidak pernah menyuruh kita menyangkal kesedihan. Justru Alkitab penuh dengan ratapan yang jujur: Daud berteriak dalam mazmurnya, Yesus sendiri menangis di kuburan Lazarus. Tuhan tidak anti dengan tangisan kita. Dia tidak muak dengan kejujuran kita. Sebaliknya, Dia hadir paling nyata ketika air mata itu jatuh. "The Lord is near to the brokenhearted and saves the crushed in spirit." (Psalm 34:18 ESV)
Hidup dengan “positive vibes only” hanya menunda bom waktu. Tapi hidup dengan real faith berarti berani datang kepada Tuhan apa adanya, dengan luka, air mata, dan bahkan ketakutan kita. Di situlah pemulihan dimulai.
Jangan tipu dirimu sendiri dengan tawa palsu. Jangan kira Tuhan hanya mau lihat kita kuat dan tersenyum. Dia lebih memilih kita jujur, rapuh, dan mencari-Nya. Karena hanya ketika kita berhenti pura-pura, disitu kita benar-benar bisa disembuhkan. Jadi, tanyakan pada dirimu: apakah selama ini aku bersembunyi di balik “positive vibes only”? Apa yang sebenarnya aku tutupi? Mulai sekarang, beranilah jujur. Lepaskan senyum palsu, datang pada Yesus dengan hati yang apa adanya. Dia tidak butuh vibes-mu, Dia rindu hatimu.